Selasa, 27 Agustus 2013

Pancasila itu sari pati Islam

Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam ragam bahasa, budaya, adat, ras, suku, agama serta kepercayaan yang beredar di dalamnya. Oleh karena itu, bukan perkara mudah, jika ingin menyatukan pandangan, menentukan ideologi, penggunaan bahasa, sampai sumber hukum yang pantas untuk dijadikan pedoman dalam menegakkan keadilan di negri yang penuh dengan keragaman ini. Maka lahirlah istilah Pancasila pada tanggal 1 Juni 1945, sebagai alat pemersatu akan keragaman, dan sebagai sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia.
Meski demikian, penerapan nilai-nilai Pancasila di masyarakat semakin lama semakin terlihat memudar, mengingat banyak sekali pemberitaan di surat kabar dan media elektronik yang menyajikan tentang kerusuhan, perpecahan, dan provokasi yang menyebabkan pecah serta retaknya hubungan harmonis di sebagian kalangan masyarakat Indonesia, misalnya gerakan Aceh merdeka, kerusuhan di Ambon yang dipicu oleh pelanggaran hak asasi, poso dan juga gerakan papua merdeka yang secara langsung sudah melanggar eksistensi Pancasila, sila ketiga khusunya, yaitu Persatuan Indonesia.
Hal ini bisa terjadi karena masyarakat tak lagi mengamalkan dengan baik nilai-nilai ajaran agama yang mereka anut dan mereka percayai, sesuai dengan tuntunan yang berlaku, serta penerapan nilai-nilai luhur Pancasila yang tak lagi melekat dalam jiwa serta pribadi bangsa Indonesia. Keadaan ini diperparah dengan adanya penolakan terhadap Pancasila sebagai ideologi dasar negara Indonesia, salah satunya aliran dalam Islam yang mengajarkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar di sisi Allah, dan segala sesuatunya harus sesuai dengan ajarannya, termasuk masalah hukum, peraturan, norma, sampai masalah ketatanegaraan. Hal ini telah terjadi sejak dimulainya bangsa Indonesia mempersiapkan kemerdekaannya pada siding BPUPKI (badan penyelidik usaha2
persiapan kemerdekaan Indonesia) dan PPKI (panitia persiapan kemerdekaan Indonesia). Mereka yang menolak Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia dan hanya ingin menjadikan Negara Indonesia sebagai Negara Islam adalah Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII) di Jawa Barat, yang kemudia memproklamirkan Negara karunia Allah Negara Islam Indonesia (NKA-NII), mereka melandasai pemikirannya dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 44:
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Q.S. Al-Maidah: 44) Untuk itu perlu dicari titik temu antara nilai ajaran agama Islam dengan Pancasila, agar dapat lebih mudah diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Titik temunya adalah, meski Pancasila menjadi sumber segala sumber hukum, artinya segala hukum dan peraturan yang dibuat di negara ini harus mengacu kepada Pancasila, namun pada hakikatnya Pancasila tidak dapat mengancam kedudukan dan fungsi agama manapun, sebab Pancasila hanya bersifat duniawi, bukan sebagai wahyu, dan sampai kapan pun tak akan pernah bisa diagamakan atau bahkan disejajarkan dengan agama manapun, apalagi menggantikannya, sebab Pancasila bukan diturunkan sebagai wahyu .
Agama Islam merupakan agama universal, yang berlaku di setiap keadaan, tempat dan waktu. Oleh karena itu dengan adanya Pancasila, Islam justru sangat terbantu, sebab nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagian besar dapat sejalan dengan ajaran agama Islam, atau dengan kata lain, secara tidak langsung Islam menjadi referensi bagi Pancasila, walau pada kenyataannya agama-agama lain juga turut menjadi referensi umum bagi Pancasila. Itu artinya seluruh agama, termasuk Islam harus memperhitungkan eksistensi Pancasila sebagai polisi lalu-lintas yang akan menjamin semua pihak dapat menggunakan jalan raya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan, khususnya pendidikan karakter, maka nilai pendidikan Islam yang terdapat dalam Pancasila tersebut harus dapat direalisasikan agar membentuk karakter yang baik, karena pada dasarnya pendidikan itu sendiri bertujuan untuk membentuk karakter, yang terwujud dalam kesatuan esensial si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya.